Tantangan Pelari Berhijab di AS

Abukaram (Yolanda Melendez )

Noor Alexandria Abukaram mengalami pengalaman pahit. Gadis 16 tahun warga Ohio, Amerika ini didiskualifikasi dari pertandingan lari karena ia mengenakan hijab. Abukaram bertanding mewakili SMA negeri setempat, Northview High School pada 19 Oktober lalu 2019.

“Saya mengikuti lomba lari dengan catatan waktu pribadi terbaik ketika itu dan menyelesaikan pertandingan. Saya mencari catatan individual saya dan nama saya tidak ada di sana. Jadi saya bertanya ke teman-teman perempuan di tim saya yang tidak ikut berlomba dan memberitahu mereka nama saya tidak ada di sana,” kata Abukaram.

“Tapi mereka mengatakan saya telah didiskualifikasi. Saya jadi bertanya-tanya, kenapa? Lalu mereka melihat kepada saya tanpa tertawa dan mengatakan, ‘karena hijabmu.’ Ketika itu, hati saya hancur. Saya tak bisa merasakan apapun lagi. Saya malu, Saya melangkah pergi dan menangis,” lanjutnya dikutip dari VoA.

Yolanda Melendez, ibunda Abukaram merasa sedih.  “Memilukan. Berat sekali. Ini merupakan momen sulit sebagai orang tua untuk mengikuti langkah Noor. Dalam hal ketenangannya; dalam caranya memaafkan dan Anda tahu, ia menyayangi timnya dan ia menerimanya,” kata Yolanda.

Masalahnya, menurut Asosiasi Atletik SMA Ohio (OHSAA), siswa dapat berlari dengan mengenakan hijabnya asalkan mereka menyerahkan surat dispensasi untuk itu. Abukaram sendiri telah bertanding dalam enam perlombaan pada musim ini tanpa menghadapi masalah, meskipun tidak menyerahkan surat dispensasi tersebut. 

Sementara itu, para ofisial lomba menyatakan pelatih Abukaram tidak mengisi dengan tepat formulir yang diperlukan. Yang jelas, baru kali inilah panitia perlombaan memutuskan untuk memberlakukan peraturan tersebut. Anggota tim larinya juga terpukul.

“Menurut saya, peraturan itu harus diubah karena ini tidak adil bagi siapapun dan saya pikir ini tidak boleh terjadi pada orang lain,” kata Sydney Gfeoo, salah seorang rekan satu tim Abukaram.

Sekolahnya kemudian menyerahkan surat dispensasi yang diperlukan dan Abukaram kini bebas untuk berlari dengan mengenakan hijab. 

“Waktu pelatih memberitahu saya soal itu, saya bertanya-tanya, apa maksudnya saya harus menandatangani surat dispensasi untuk berlomba? Mereka tidak perlu menyediakan sesuatu pun yang spesial untuk saya,” kata Abukaram kepada harian New York Times.

Dalam unggahannya yang emosional di laman Facebooknya, Abukaram menulis, antara lain haknya sebagai atlet dilanggar. “Saya seharusnya tidak perlu mendapat surat dispensasi yang ditandatangani OHSAA agar saya diizinkan berlomba dengan hijab yang saya kenaikan,” ujarnya

“Mereka secara terbuka mendiskualifikasinya. Saya yakin mereka harus memiliki keberanian untuk secara terbuka tampil dan memberitahunya bahwa mereka keliru,” kata Yolanda Melendez.

Abukaram (foto Yolanda Melendez)

Ketika ditanya wartawan mengenai rencana jangka panjangnya dalam 5 atau 10 tahun mendatang, Abukaram menjawab, ia membayangkan dirinya tetap bergabung dalam tim olahraga di perguruan tinggi, baik dalam cabang lari maupun sepak bola, olahraga yang ia tekuni sekarang ini.

Abukaram meyakini insiden itu memberinya pijakan untuk angkat suara dan membuat peraturan mengenai pengajuan dispensasi semacam itu diubah.

“Mereka mengenakannya karena mereka harus mengenakannya dan mereka suka mengenakannya,” kata Abukaram.

Tim Stried, juru bicara lomba lari  tidak lama setelah insiden itu mengatakan kepada harian USA Today, organisasinya telah mengevaluasi peraturan itu dan mempertimbangkan pembatalan ketentuan mengenai surat dispensasi.

Peraih medali perunggu Olimpiade dalam cabang olahraga anggar Ibtihaj Muhammad  memposting dukungannya bagi Abukaram melalui akun Instagramnya, tidak lama setelah tersiar kabar mengenai didiskualifikasinya pelari muda itu. 

sumber: voa

Doa untuk Hindari dan Atasi Utang

Foto pixabay,d canva

Rasulullah Muhammad SAW telah mengingatkan umatnya agar menghindari utang. Beliau sering berdoa:

أَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

“Allahumma Audzubika min ghalabati addain wa qahr ar-rijaal (aku berlindung dari lilitan utang dan pemaksaan manusia).”

Yang berutang mestinya telah menggambarkan dalam benaknya kapan dan dari mana sumber pembayarannya, karena Alquran menegaskan Kalau kamu berutang untuk masa tertentu maka hendaklah kamu melunasinya (QS 2:282). 

Rasul SAW bersabda: Jiwa seorang Mukmin yang wafat tergantung oleh utangnya sampai dibayar (HR Attirmizy melalui Abu Hurairah) dalam arti ia tidak akan meraih kedudukannya kecuali setelah utangnya dilunasi.

Bahkan, ada riwayat bahwa Nabi SAW enggan menshalatkan orang yang berutang  (jika tak ada yang menanggung utangnya). Setiap orang dewasa menanggung utangnya sendiri. Bukan kewajiban, tetapi semata-mata hanya karena kebaikan, orang lain, termasuk ayah dan keluarga bila menanggungnya.

Karena itu tidak ada dosa bagi ayah atau keluarga bila enggan menanggung utang anak yang dewasa atau keluarganya, apalagi jika ternyata yang bersangkutan tidak jera berutang. Bahwa ini dapat mengantarnya berhubungan dengan yang berwajib atau dihukum bukanlah dalih untuk membayarkan utangnya bahkan boleh jadi itu merupakan cara terbaik untuk mendidiknya sehingga tidak mengulangi perangai buruk itu.

Doa Menyelesaikan Utang

Di dalam masjid, Rasul bertemu dengan  Abu Umamah yang sedang gelisah. Beliau pun bertanya, “Wahai sahabatku, mengapa engkau tetap berada di dalam masjid ini, sementara kini bukan waktunya shalat?”

 Abu Umamah pun menjelaskan, “Wahai Rasulullah, saya memang sedang cemas karena memikirkan besarnya utang yang melilit saya.”

Mendengar jawaban itu, Nabi SAW tertegun. Keadaan Madinah saat itu belum begitu baik untuk urusan bisnis. Masih banyak kaum Anshar dan Muhajirin yang serba kekurangan sehingga terpaksa meminjam uang untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Maukah engkau kuajari doa yang ketika engkau ucapkan dengan sungguh-sungguh, Allah SWT akan meniadakan kecemasanmu dan membuat utangmu terbayar?” kata Nabi SAW agar sahabatnya itu terhibur.

Tentu, ya Rasulullah.”

“Manakala engkau memasuki waktu pagi dan petang, ucapkanlah, ‘Allahumma inni a’udzubika mina al-hammi wa al-hazani, wa a’udzubika mina al-‘ajzi wa al-kasali, wa a’udzubika mina al-jubni wa al-bukhli, wa a’udzubika min ghalabati ad-daini wa qahri ar-rijaal’ (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan rasa sedih, dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan kemalasan, dan aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari beban utang dan penindasan oleh orang),” sabda beliau.

Wajah Abu Umamah tidak lagi menunjukkan kesedihan. Perasaannya dipenuhi suka cita.

Dengan penuh semangat, dia pun mengucapkan terima kasih kepada Rasulullah SAW dan meminta izin meninggalkan masjid. Amalan dari Nabi SAW dilakukannya secara rutin. Akhirnya, perlahan-lahan utang yang membebaninya lunas terbayar.

Sumber: Republika

Tantangan Islam di Austria

Austria (pixabay)

Pemerintah Austria mengumumkan  rencana kebijakan terkait Islam. Pemimpin koalisi pemerintah pimpinan Conservative People’s Party (OVP) dan kandidat kanselir, Sebastian Kurz  bersikap lebih tegas dengan ekstrimisme. Kurz mengatakan, selama masa jabatan pertamanya sebagai kanselir, radikalisasi dan politik Islam akan diberantas. Kurz, saat ini berusia 33 tahun, adalah kanselir Austria dan pemimpin nasional termuda di dunia. 

Austria telah menerbitkan UU pada 2015 untuk menutup masjid yang diduga mendukung ekstremisme dan terlibat dalam kegiatan politik subversif. Di antara isu lain dari UU Islam adalah larangan pendanaan asing untuk kegiatan keagamaan di Austria.  

Jilbab telah dilarang pada Mei 2019 untuk anak perempuan di bawah 10 tahun.  Kurz berencana untuk menaikkan usia menjadi 14 tahun.

Ada kecenderungan, penduduk Austria bersikap curiga terhadap pendatang. Hal ini terkait dengan kejadian dimana seorang Afghanistan melukai  empat orang dengan pisau. Kasus lain, serangan migran Afghanistan lainnya membunuh dua orang pada Oktober lalu. 

Islam di Austria

Secara umum, Islam dapat hidup damai di Austria. Islam diakui secara konstitusional sebagai agama di Austria sejak 1912. Pada 2001, jumlah Muslim di Austria sebanyak 4, 22 persen dari total populasi atau sekitar 338 ribu jiwa. Katolik Roma merupakan mayoritas, namun negara berdiri dan berlandaskan paham sekularisme. Secara umum, Pemerintah Austria memberikan kebebasan beragama bagi semua masyarakat.

Pada 1979, Undang-Undang Islam pertama disahkan. Pada tahun yang sama juga diumumkan adanya Konstitusi Badan Agama Islam dan pembentukan Agama Komunitas Wina Islam pertama. 

Hal ini semakin dipertegas dengan adanya Undang-Undang tentang Pengakuan Status Komunitas Agama 1998. Organisasi keagamaan dikategorikan sebagai masyarakat religius, masyarakat agama, dan asosiasi dengan status hukum yang berbeda. Organisasi keagamaan didirikan negara, memberi Muslim berbagai hak dan keistimewaan.

Termasuk hak untuk mengatur dan mengelola urusan masyarakat secara mandiri melalui dewan kota, termasuk pengelolaan keuangan.  Klasifikasi masyarakat religius memungkinkan partisipasi dalam sistem kontribusi yang dikelola negara, penyediaan pengajaran agama di sekolah umum dan pembiayaan untuk sekolah swasta. 

Pada 2019, sekitar 200 guru memberikan pendidikan agama Islam di sekolah umum.

Baca juga : Republika