Contoh yang Baik. Pemda Bandung Meminta Mall Sediakan Mushola yang Layak


Pemkot Bandung, Jawa Barat baru saja mengesahkan peraturan daerah (perda) tentang gedung dan bangunan. Salah satu poinnya ialah mewajibkan pengelola bangunan atau gedung untuk menyediakan tempat ibadah yang layak. Dalam perda itu disebutkan tempat ibadah seperti mushola yang disediakan pemilik gedung atau perkantoran, tidak boleh berada di basement. Dalam perda itu disebutkan tempat ibadah seperti mushala yang disediakan pemilik gedung atau perkantoran, tidak boleh berada di basement.

Wali Kota Bandung Oded M Danial meminta pengelola gedung menghadirkan tempat ibadah yang  layak.

Suasana mall (pixabay)


“Kalau tempat shopping, seharusnya mereka (pengelola, red) berpikir dengan memberikan kenyaman tempat ibadah karena orang datang ke situ. Kalau disimpan di basement, Mang Oded terus terang, beberapa kali ke tempat shopping seperti itu ges hoream datang deui urang ge (sudah malas datang lagi),” kata Oded di El Royale Hotel, Kota Bandung, Jumat (28/12).

Oded menilai, dengan adanya aturan yang tercantum dalam perda bisa menjadi landasan hukum untuk diberlakukan ke depannya. Sehingga, bisa menghadirkan kenyamanan yang lebih baik bagi masyarakat Kota Bandung.

Dia pun meminta, pemilik gedung dan bangunan terutama kawasan komersial untuk bisa mengikuti aturan tersebut. Bagi gedung-gedung yang saat ini menyediakan tempat ibadah yang kurang nyaman diharap bisa mengevaluasi.

“Harapan Mang Oded ke depan, semua pembangunan di Kota Bandung terutama tempat-tempat shopping mengindahkan itu. Nanti kita akan evaluasi sesuai dengan perda,” ujarnya.

Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Teddy Rusmawan mengatakan, perda baru ini menjadi revisi atas aturan sebelumnya yang tercantum dalam Perda Bangunan Gedung terbaru yang merevisi Perda no. 5 tahun 2010. Sarana ibadah diharuskan di tempat yang layak dan nyaman.

“Pertama mushala atau tempat ibadah tidak boleh ditempatkan di tempat yang tidak layak dan tidak boleh ditempatkan di basement,” kata Teddy dihubungi Republika.

Mushala atau tempat ibadah tidak boleh ditempatkan di tempat yang tidak layak dan tidak boleh ditempatkan di basement,



Menurutnya, aturan ini berlaku untuk gedung yang berfungsi sebagai gedung komersial, pusat perbelanjaan, hotel, hunian rusun dan apartemen. Disebutkan dalam perda yaitu luas sarana ibadah di dalam gedung yakni lima persen dari luas lantai tempat dibangun.

Dukung

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengatakan ia menyambut baik Perda tentang keharusan fasilitas publik menyediakan mushola yang representatif.  “Soal tempatnya bisa dimana saja. Yang penting bagus, bersih, dan layak. Selama ini memang ada kesan fasilitas mushola disediakan ala kadarnya, kotor, dan sumpek,” kata Mu’ti melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Sabtu (29/12).


Dosen UIN Jakarta ini mengatakan, fasilitas mushola yang baik bisa membuat pengunjung yang beragama Islam merasa nyaman. Menurutnya, kenyamanan tempat ibadah bisa menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan, kata dia, ketersediaan mushola bisa menguntungkan pemilik gedung atau mall bersangkutan.

“Hal ini dapat meningkatkan keuntungan bagi penyedia mal, restoran, dan sarana hiburan,” tambahnya.

Senada dengan Mu’ti, Ketua Bidang Tarbiyah PP Persatuan Islam (Persis), Irfan Saprudin, mengungkapkan bahwa ia merasa gembira karena pemerintah kota  sangat memperhatikan kebutuhan umat Islam warga Bandung. Ia mengatakan, mal dan gedung perkantoran yang mempunyai mushala di basement secara sisi kemanusiaan dan kesehatan tidak baik dan tidak sehat. Karena itu, menurutnya, Perda yang dikeluarkan Pemkot adalah peraturan yang sangat dinantikan oleh warga Bandung khususnya.

Yang penting bagus, bersih, dan layak. Selama ini memang ada kesan fasilitas mushola disediakan ala kadarnya, kotor, dan sumpek.

Rendah Hati Sifat Mulia Rasul

Sopian Muhammad dalam karyanya, Manajemen Cinta Sang Nabi, menceritakan, saat berkumpul, Rasul tak mengizinkan para sahabatnya berdiri atau menyambutnya ketika datang. Nabi Muhammad tidak mau  dihormati secara berlebihan.

Nabi Muhammad tidak mau  dihormati secara berlebihan.


Statusnya yang mulia tak mencegahnya untuk berbaur. Dalam sebuah perjalanan, Rasulullah dan sahabatnya menyembelih seekor domba. Tugas pun dibagi di antara para sahabat untuk mengolah daging domba tersebut.

Ada yang mencari kayu bakar, menyiapkan tempat memasak, serta mengolah daging dan memasaknya. Utusan Allah itu melibatkan diri dalam pembagian tugas tersebut, yaitu mencari kayu bakar.

Kalau melihat orang lebih tua, orang rendah hati akan berkata, orang tua itu lebih dulu masuk Islam. Sedangkan kala melihat orang yang lebih muda, diucapkannya bahwa dirinya lebih dulu berbuat dosa daripada si orang muda itu.

Cendekiwan Muslim lainnya, Syekh Khumais as-Said, menyatakan, orang berakal tentu akan rendah hati. Kalau melihat orang lebih tua, orang rendah hati akan berkata, orang tua itu lebih dulu masuk Islam. Sedangkan kala melihat orang yang lebih muda, diucapkannya bahwa dirinya lebih dulu berbuat dosa daripada si orang muda itu.

Orang yang sebaya akan dianggap saudara oleh orang yang tawadhu. Menurut Syekh Khumais, sikap rendah hati itulah yang membuat orang tak sombong terhadap saudaranya dan tak menganggap remeh orang lain.

Kerendahatian Rasulullah terlihat tatkala ia memimpin majelis yang disesaki kaum Muslim. Kala itu, Jabir bin Abdillah Bajali duduk di bibir pintu. Nabi mengetahuinya dan segera mengambil kain baju yang dimilikinya, kemudian melipatnya. Dengan ramah, beliau memberikan lipatan itu kepada Jabir sambil memintanya untuk duduk di lipatan kain itu sebagai alas.

Jabir tak menggunakan lipatan itu untuk diduduki sebagai alas an, tetapi mengusapkannya ke wajahnya sebagai tanda hormat kepada Rasulullah. Dengan mata berkaca-kaca ia mengembalikannya kepada Rasul, dan mengatakan, Semoga engkau selalu dimuliakan Allah sebagaimana engkau memuliakan aku.”

Tak sebatas itu, di tengah kesibukannya sebagai pemimpin umat dan kegiatan dakwah, beliau menyempatkan diri memenuhi undangan sahabatnya. Ia mendatangi jamuan yang digelar mereka. Dan di tengah jamuan itu, putra Abdullah ini tak membedakan diri dari orang lain.


Sumber: Republika


Arti Ikhtiar dari Berbagai Paham. Apakah Manusia Perlu Usaha

Menurut buku Ensiklopedi Islam terbitan PT Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta, artikel tentang ikhtiar dijelaskan sebagai berikut:

Dalam ilmu kalam (teologi), ikhtiar berarti kebebasan untuk memilih (hurriah) atau free will. Ini terdapat dalam aliran Kadariah yang dipelopori Ma’bah al Juhani (w.80 H) dan Gailan al Dimasyqi.

Menurut paham Kadariah, manusia  mewujudkan perbuatannya dengan kemauan dan tenaga.

Menurut Jabariah, segala kehendak dan perbuatan manusia pada hakikatnya adalah kehendak Allah SWT



Menurut paham Kadariah, manusia  mewujudkan perbuatannya dengan kemauan dan tenaga. Daya telah diberikan Allah SWT sebelum manusia bertindak. Oleh karena itu, manusia bebas memilih dan berkehendak. Kebebasan memilih (seperti berbuat sesuatu atau tidak, beriman atau kafir, berbuat baik atau jahat) dengan segala konsekuensinya terlihat dalam surat Ali Imran ayat 164, surat ar-Raad ayat 11, al Kahfi ayat 29 dan surat Fussilat ayat 40.

Kebalikan dari paham Kadariah adalah paham Jabariah. Menurut paham ini, segala kehendak dan perbuatan manusia pada hakikatnya adalah kehendak Allah SWT. Paham demikian dapat dipahami dari teori kasb abu Hasan al Asyari. Paham kasb menjelaskan bahwa perbuatan manusia tidak efektif. Kehendak dan kemauan manusia adalah juga kehendak dan kemauan Allah SWT. Menurut Asyari, kasb hanya dimaksudkan sehubungan dengan tanggungjawab manusia, karena memang hanya Tuhan yang berkehendak mutlak.

Menurut Ibnu Sina, ikhtiar diartikan sebagai kekuatan untuk memilih (power of choice). Kekuatan memilih ini berdasarkan atas daya adn pengetahuan yang diberikan Allah SWT melalui upaya dan intelek manusia, sehingga ia dapat memilih sesuatu yang akan dikerjakan atau tidak dikerjakan.

Dalam Alquran sendiri terdapat kata ikhtiar di beberapa tempat. Misalnya pada surat Thaha ayat 13, surat ad-Dukhan ayat 32, serta surat al Qasas ayat 68.