Islam Ajarkan Persatuan dan Persaudaraan

foto: pixabay

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT mempersatukan hati orang mukmin dalam suatu jalinan ukhuwah yang timbul atas dasar keimanan. Merupakan jalinan persatuan yang kokoh, sebagai potensi kekuatan yang diberikan oleh-Nya.

Banyak cobaan yang dihadapi umat Islam saat ini. Konflik antarsesama Muslim yang kita saksikan bersama saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Perbedaan-perbedaan pendapat yang muncul, tidak seharusnya disikapi dengan perselisihan yang tidak perlu. Namun, diselesaikan melalui musyawarah secara bijak. Tidak ada yang merasa menang atau kalah. Sikap fanatisme golongan harus disingkirkan jauh-jauh. ”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al Hujuraat [49]: 10).

Sangat disayangkan, bila umat tercerai-berai karena pertikaian yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan musyawarah

Sangat disayangkan, bila umat tercerai-berai karena pertikaian yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan musyawarah. ”Kaum Muslim adalah satu badan, jika ada satu anggota badan menderita sakit, seluruh badan akan demam.” (HR Bukhari Muslim). Hadis di atas menekankan tentang pentingnya empati seorang Muslim dengan ikut merasakan permasalahan atau kesulitan yang dihadapi oleh saudaranya.  

Merupakan suatu kezaliman, jika kita tidak peduli dengan penderitaan yang dialami saudara-saudara kita. Puncak dari setiap ukhuwah adalah itsar, yakni lebih mengutamakan kepentingan orang lain.   Sungguh indah jika setiap Muslim menjaga ukhuwah. “Dan Dialah (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walau kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Al Anfaal [8]: 63).

Berhubungan dengan Penganut Agama Lain

Silaturahim tidak dipilah dan dibedakan oleh atribut agama, ras, etnik, suku-bangsa, negara, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan lain sebagainya. Alquran menegaskan: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak cucu Adam” (QS al-Isra’/17:70).

Tuhan tidak menggunakan redaksi, “Allah memuliakan orang-orang Islam” (wa laqad karramna al-muslimun). Ini artinya siapa pun sebagai anak cucu Adam wajib di hormati sebagai manusia. Alquran juga menggagas konsep “ukhuwah imaniyah”, persaudaraan orang-orang yang berkeimanan. Alquran mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah saudaramu.” (QS al-Hujurat/49:10).

Tuhan tidak mengatakan “sesungguhnya orang-orang Islam itu bersaudara” (innamal Muslimin ikhwah). Ini artinya pengakuan terhadap orang-orang yang beriman. Soal keimanannya itu benar atau salah adalah persoalan lain dan itu lebih merupakan urusan Allah Swt. Alquran menegaskan: “Sesung guhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” (QS al-Huju rat/49:13).

Profesor Nasaruddin Umar menyatakan sehubungan dengan ini, menarik untuk dihayati kedalaman dan keluasan wawasan tokoh-tokoh NU yang pernah menggagas sinergi tiga konsep ukhuwah yang hidup di dalam wadah NKRI, yaitu persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah basyariyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah), dan persaudaraan keislaman (ukhuwah islamiyah).

Tidak boleh atas nama salah satu konsep ukhuwah digunakan untuk merusak tatanan ukhuwah yang sudah mapan. Allah Swt dengan tegas mengatakan: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerang mu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Se sungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawan mu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.

Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. (QS al-Mumtahinah/60: 7-8). Nabi juga pernah menegaskan: “Barang siapa yang mendhalimi orang-orang yang menjalin perjanjian damai (mu’ahhad) atau melecehkan mereka, atau mem bebaninya sesuatu di luar ke sanggupannya, atau mengambil har tanya tanpa persetujuannya, maka saya akan menjadi lawannya nanti di hari kemudian” (HR Bukhari-Muslim).

Ada hadis sahih riwayat Bu khari dan Muslim menceritakan, nabi memerintahkan untuk menshalatgaibkan sahabat Nabi, yaitu Raja Najasy ketika sampai kabar kematian kepadanya. Sahabat pun melakukan shalat gaib dengan empat kali takbir di masjid dan mendoakannya (HR Bukhari No. 3880-3881). Riwayat dari jalur Imam Mus lim juga hampir sama redaksinya.

Jika terjadi silaturahim internal sesama makhluk mikrokosmos bisa terwujud, akan memudahkan terjalinnya ukhuwah komperhensif dengan makhluk makrokosmos. Silaturahim antara kedua cosmos ini diharapkan melahirkan kedamaian komperhensif dan abadi.  

Sumber: artikel Nasarudin Umar, khazanah (mengedepankan ukhuwah)

Labu dalam Al Quran


Labu termasuk di antara tanaman sayuran yang abadikan dalam Alquran. Tepatnya surah as-Shaffaat ayat ke-146: “Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu.” 

Foto pixabay

Sejarah mencatat labu termasuk sayuran yang menjadi favorit Rasulullah SAW. Kendati demikian, bukan berarti Rasulullah adalah sosok yang gemar tebang pilih makanan.  

Sejarah mencatat labu termasuk sayuran yang menjadi favorit Rasulullah SAW.

Kisah kegemaran Rasulullah menyantap labu itu dituturkan Anas bin Malik. Sahabat terdekat yang kerap menemani Rasul di berbagai kesempatan. Pernah ada seorang penjahit yang mengundang Rasulullah untuk pesta dan makan hidangannya.

“Aku pergi bersama dengan Rasulullah ke pesta itu. Dia menyajikan roti gandum, sup labu dan potongan daging. Aku melihat Rasulullah pergi setelah menghabiskan satu piring sup labu, jadi saya selalu menyukai labu sejak saat itu.” 

Anas bin Malik juga mengatakan dalam hadis riwayat Tirmidzi, Nabi sangat menyukai labu. Dia membawa makanan terbuat dari labu dan mengajak makan. “Aku mengambil labu di meletakkan di piringnya karena saya tahu dia menyukainya.”  

Manfaat labu:

Memperkuat Jantung. Aisyah pun pernah diperintahkan Rasulullah ketika memasak untuk menambahkan labu yang lebih banyak karena dapat memperkuat jantung. Rasulullah memang bukan yang pertama di antara nabi yang memakan labu dan menjelaskan manfaat kesehatannya. 

Menyembuhkan luka kulit. Ketika Nabi Yunus AS keluar dari perut paus, saat membersihkan diri, dia menemukan labu dan memakannya untuk membantu memulihkan kondisi tubuhnya. Tak hanya buahnya, daun labu juga dapat dimanfaatkan untuk obat yang dapat menyembuhkan luka kulit. 

Menurunkan berat badan. Labu besar atau labu kuning merupakan sumber vitamin A yang baik. Di dalamnya juga mengandung zat besi dan zat kapur. Biji labu bermanfaat untuk mengeluarkan cacing pita dari usus besar. Seratus gram labu memiliki 65 kalori. Sehingga dapat menjadi sumber makanan yang baik bagi orang yang ingin menurunkan berat badan. Bagi mereka yang sedang sakit juga baik untuk menaikkan tekanan darah.

sumber; Republika

Pancasila Mengandung Nilai Syariah


Wanita Indonesia (pixabay)

Konsep syariah sudah tercantum dalam sila-sila yang ada dalam Pancasila. Demikian dikatakan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. “NKRI itu kan sudah lama bersyariah,” kata Haedar di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (8/8).

Tujuan syariah sudah tercakup di dalam.lima sila Pancasila, dan tidak perlu lagi ada idiom-idiom, simbol-simbol dan konsep yang semakin menjauhkan NKRI dari jiwanya. “Karena hanya berpikir soal nama, soal atribut, soal cangkang, soal kulit, nah Muhammadiyah sudah memandang Indonesia itu darul ahdi wa syahadah,” ujar Haedar.

Haedar menekankan, itu merupakan hasil kesepakatan nasional dan kita memiliki Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Ia menegaskan, nilai-nilai Pancasila itulah yang tinggal dipraktikkan.

“Insya Allah, baik syariah Islam maupun syariat agama lain akan tercakup di dalamnya,” kata Haedar.

Siswa Islam di Indonesia (pixabay)

Ia menilai masyarakat Indonesia sudah terlalu lama menentangkan istilah-istilah dan mungkin ada unsur-unsur ideologis. Itu semua dilihat cuma menjauhkan kita dari apa yang kita harapkan.

Haedar justru menegaskan, kini sudah saatnya Indonesia mewujudkan dan mengimplementasikan Pancasila. Termasuk, bagi pejabat-pejabat, ia mengajak untuk mengamalkan Pancasila dalam melahirkan kebijakan. Seperti diketahui, hasil Ijtima Ulama IV yang berlangsung awal pekan ini menegaskan salah satu rekomendasi ingin mewujudkan NKRI yang syariah dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi. Rekomendasi itu pun kemudian menuai polemik.
Sumber: Republika