Aplikasi Labaik Bermanfaat untuk Haji dan Umrah

 

haji
Haji (pixabay)

 

 

Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, maka kini mulai hadir aplikasi yang terkait layanan haji dan umrah bernama ‘Labaik’. CEO Aplikasi Labaik, Mala Widyanto mengatakan aplikasi Labbaik ini tercetus saat teman Mala Widiyanto, yang juga sekarang menjadi tim di Labbaik, mengeluh pas menjalani umroh pada 2012. Biasanya, dari Indonesia, para jamaah itu dibekali buku panduan bersama dengan bimbingan dari muthawaf.

Di sana ketika sedang thawaf, kondisinya sangat ramai. Lalu teman Mala Widiyanto ini membuka buku susah sekali karena berdesak-desakan. Muthawaf memang cukup membantu, tetapi ya tidak membantu banyak. Karena dari sekian banyak orang, muthawaf itu berteriak-teriak, sahut-sahutan tidak terdengar. Dari problem itu, terciptalah aplikasi Labbaik pada Februari 2014.

Aplikasi ini berfungsi untuk memberikan informasi mengenai tata cara pelaksanaan haji dan umroh, dan diharapkan bisa memudahkan jamaah. Karena aplikasi Labbaik ini dibuat sesederhana mungkin, agar lansia yang sudah sesepuh sekalipun, bisa ikut menggunakannya juga. Awalnya  produk yang dibuat masih minimum sekali. Sehingga versi 1.0 itu hanya dibuat dengan tampilan apa adanya. Di dalamnya ada list doa dengan suaranya yang dipenggal-penggal, supaya bisa diikuti, menggantikan suara muthawaf.

Nah sekarang sudah di versi 2.5 dan dalam versi ini ditambahkan fitur Noor. Fitur ini baru saja launching 7 agustus 2017 kemarin. Dengan Noor, umat muslim bisa menanyakan apapun seputar haji dan umroh. Dan ini akan menjadi satu artificial intelligent (AI) yang base-nya muslim. Nanti pada akhir Desember 2017, ia akan launching yang versi 2.8 dengan penambahan fiturnya, ada messenger sama tracking.

Dua fitur ini juga mengatasi masalah lainnya ketika pelaksanaan haji dan umroh, jamaah hilang. Dengan adanya fitur tracking, kita bisa melacak dimana lokasi jamaah kapanpun melalui icon dari akun jamaah, setelah itu dengan messenger, kita bisa langsung mengirimkan pesan pada icon yang muncul itu.   Aplikasi Labbaik ini dilengkapi dengan kumpulan doa dan terjemahannya juga. Lalu ada lima fitur yang disajikan dalam aplikasi Labbaik. Pertama, kumpulan doa umroh dan haji lengkap, mulai dari niat, thawaf, sa’i, hingga doa ziarah, semua terangkum dalam bentuk audio yang dilengkapi dengan teks Alquran, transliterasi, dan translasi.

Kedua, kontrol kecepatan audio, jamaah tak perlu khawatir tertinggal tuntutan doa dari muthawif, karena aplikasi juga dilengkapi dengan kontrol navigasi sehingga bacaan doa dapat diatur sesuai kebutuhan. Jamaah akan serasa memiliki muthawif pribadi yang dapat memandunya dengan perlahan dan fasih.

Ketiga, catatan doa. Jamaah bisa mendoakan seluruh kerabat tanpa ada yang terlupa, fitur ini memungkinkan jamaah untuk menyimpan seluruh titipan doa. Keempat, model sederhana yang disajikan oleh aplikasi Labbaik. Ibadah thawaf dan sa’i akan lebih mudah dan nyaman, fitur ini menampilkan keseluruhan doa thawaf dan sa’i dalam satu layar. Dan kelima, aplikasi Labbaik memiliki tampilan yang sederhana dan tidak menyulitkan jamaah saat menggunakannya.

sumber:
ihram.co.id 

 

 

Perbedaan Harusnya Tak Berujung Kekerasan

busro

Kasus pembakaran Masjid At-Taqwa di Desa Soangso Kecamatan Salamanga Kabupaten Bireun Aceh berbuntut ke meja hijau. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan akan menempuh jalur hukum terkait kasus tersebut.
Sebelumnya, Selasa (17/10) terjadi pembakaran masjid yang merupakan milik warga Muhammadiyah tersebut oleh sekelompok orang tak dikenal.


“Pihak kepolisian perlu melakukan penyelidikan dan pengusutan secara tuntas sampai menindak pelaku dan aktor intelektual sesuai hukum yang berlaku,” ujar Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, Dr Busyro Muqoddas, dalam jumpa pers di Kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Senin (23/10).

Busyro mengatakan salah satu penyebab pembakaran masjid tersebut adalah adanya fitnah bahwa Muhammadiyah di Aceh berpaham Wahabi yang tidak sesuai dengan paham Aswaja. “Istilah Wahabi ini sangat sensitif dan telah banyak menimbulkan konflik. Muhammadiyah tidak ada hubungannya dengan Wahabi. Pembangunan masjid tersebut berasal dari dana swadaya warga Muhammadiyah, bukan dari Wahabi,” kata Busyro menegaskan.

Oleh karena itu, kata Busyro, Muhammadiyah mengimbau kepada seluruh komponen kebangsaan agar tidak mudah memfitnah dan menuduh pihak lain yang tidak sesuai dengan paham keagamaannya sebagai paham Wahabi yang dapat menyebabkan dan menjadi sumber konflik dalam masyarakat.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih, Tajdid dan Tabligh, Yunahar Ilyas, menambahkan bahwa Muhammadiyah di seluruh nusantara ini berpaham sama. Jadi salah jika ada yang bilang Muhammadiyah di Aceh itu memiliki paham Wahabi. “Keputusan tentang paham agamma itu satu dan telah ditetapkan saat muktamar, jadi Muhammadiyah dimana-mana itu sama,” kata Yunahar ditulis republika.

Yunahar berharap dalam beragama wajar jika terjadi perbedaan pendapat. Muhammadiyah, kata dia, berharap perbedaan pendapat itu bisa diatasi dengan cara-cara yang elegan sesuai ajaran-ajaran agama, yakni dengan cara dialog tanpa kekerasan. “Supaya Indonesia ini menjadi negara yang aman dan tidak terjadi konflik horizontal,” kata Yunahar.

PP Muhammadiyah, kata Yunahar, meinta agar seluruh kekuatan Angkatan Muuda Muhammadiyah seperti KOKAM dan Tapak Suci serta warga Muhammadiyah untuk siaga menjaga dan mengamankan aset dan amal usaha Muhammadiyah di daerahnya masing-masing. “Karena kejadian seperti ini kalau dibiarkan sangat mengkhawatirkan. Kalau dibiarkan terus bisa menyebabkan konflik horizontal,” kata Yunahar.



Mengenal Santri dan Pesantren.

Hari santri tak lepas dari kata pesantren. Nama pesantren cenderung diterima luas di Jawa. Di Sumatera, lembaga yang sama bernama surau atau meunasah (Aceh). Di ranah Melayu luar Indonesia, umpamanya Malaysia atau Kamboja, istilah pondok lebih akrab dijumpai. Sementara itu, masyarakat Filipina dan Singapura memakai istilah madrasah.

wanita.islam1 (pixabay)
Wanita Islam (pixabay)

Dalam bukunya, Tradisi Pesantren (2011) karya Zamakhsari Dhofier, menjelaskan soal istilah pondok pesantren. Pondok dari kata funduq yang dalam bahasa Arab berarti ‘asrama.’ Sementara itu, kata pesantren memiliki akar kata santri. Dhofier lalu mengutip pendapat beberapa ahli sejarah, semisal Profesor Johns yang menyebutkan kata santri berasal dari bahasa Tamil dengan arti ‘guru.’

Tak jauh beda adalah pendapat CC Berg bahwa santri berasal dari kata shastri atau cantrik dalam bahasa Sanskerta yang berarti ‘orang yang mengetahui isi kitab suci’ atau ‘orang yang selalu mengikuti guru.’ Adapun M Chaturverdi dan BN Tiwari memandang, kata yang sama berasal dari shastra yang berarti ‘buku.’

Anak-anak santri tekun menuntut ilmu. Mereka dikenal taat menjalani perintah agama dan kiai. Sejarah membuktikan santri adalah orang-orang yang berada di garis terdepan dalam memerdekakan bangsa ini.

Sejumlah sejarawan menyebut eksistensi pesantren terlebih dahulu hadir sebelum kedatangan bangsa Eropa di Nusantara pada abad ke-16.

Segenap pemaparan tentang istilah pesantren cenderung menegaskan cikal bakal lembaga tersebut tidak lepas dari pengaruh kebudayaan India. Di Indonesia, khususnya Jawa, dalam masa transisi memudarnya pengaruh Hindu-Buddha sekaligus menyebarnya dakwah Islam, para kiai antara lain Wali Songo mengislamkan sistem lembaga pendidikan warisan dua agama tersebut. Kemudian, mereka mengembangkan sistem yang lebih islami yakni pesantren seperti yang kita kenal sampai sekarang.

Hasani Ahmad Said dalam artikelnya di Jurnal Ibda (Desember 2011) menyebut pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara. Sejumlah sejarawan menyebut eksistensi pesantren terlebih dahulu hadir sebelum kedatangan bangsa Eropa di Nusantara pada abad ke-16.

Istilah pesantren merujuk pada tempat belajar bagi kaum intelektual Muslim yang dinamakan santri. Mereka mewarisi dan memelihara keberlanjutan tradisi keilmuan Islam sehingga sampai kepada dakwah Rasulullah SAW.

Sanad atau rentetan transmisi keilmuan begitu dihargai di sana. Bahkan, dalam konteks Indonesia, peran pesantren tidak hanya sebatas pendidikan, melainkan juga perjuangan kemerdekaan. Hal itu pernah disimpulkan peneliti Asia Tenggara, Harry J Benda, dalam bukunya yang membahas masa pendudukan Jepang di Indonesia. Dia menekankan, sejarah Islam Indonesia adalah sejarah perluasan peradaban santri serta pengaruhnya bagi kehidupan beragama, sosial, serta politik Indonesia.

Federspiel menjelaskan bahwa menjelang abad ke-17, keberadaan pondok pesantren di Jawa telah menjadi kutub penyeimbang terhadap kekuasaan keraton-keraton. Kultur abangan yang diakomodasi kalangan keraton mendapatkan hubungan diametralnya dengan budaya Islam santri. Para santri belajar kitab kuning yang terbit dalam kurun waktu sejak medio abad ke-13.

Mereka pada umumnya mempelajari ragam keilmuan, mulai dari tata bahasa Arab, nahwu dan sharaf, tafsir dan membaca Alquran (qiraat), tauhid, fiqih empat mazhab, khususnya Imam Syafii, akhlak, mantiq, sejarah, hingga tasawuf. Selain itu, aksara Jawi, yakni huruf Arab dengan bahasa Melayu, kian memantapkan signifikansi pesantren sebagai pusat transfer ilmu yang menjaga corak khas Nusantara di tengah-tengah dunia Islam.

Dalam corak pendidikan pesantren, setidaknya ada beberapa ciri khas, antara lain, hubungan yang akrab antara kiai atau pendiri pesantren itu dan para santri. Kemudian, kehidupan yang sederhana atau mendekati zuhud, kemandirian, gotong royong, pemberlakuan aturan agama secara ketat, serta kehadirannya di tengah masyarakat sebagai pemberi solusi dan mengayomi, alih-alih eksklusif dan berjarak. Selain itu, teknik pengajaran juga terbilang unik.

Adanya sistem halaqah serta hafalan atas teks-teks dasar keilmuan agama, merupakan beberapa contoh. Zamakhsari Dhofier merangkum adanya lima unsur dasar dalam setiap pesantren, yakni asrama, masjid, para santri, pengajaran kitab-kitab kuning, serta figur sentral kiai. Ketokohan kiai itulah yang membuat sebuah pesantren menjadi ikon kota tempatnya berada.

Sumber: republika